Sejarah Kelam Panjat Pinang: Hiburannya Penjajah Belanda

KENAPA HARUS PANJAT PINANG?
Pada tahun 2015 lalu, tentu telah banyak orang yang membaca berita mengenai panjat pinang yang saya usulkan untuk “dihapus” dalam perayaan Hari Kemerdekaan yang selalu diperingati setiap tanggal 17 Agustus. Salah satu pemberitaan terkait panjat pinang itu terdapat pada link berikut ini: http://news.detik.com/read/2015/05/15/135249/2915624/10/panjat-pinang-dan-hiburan-zaman-belanda-pantaskah-dipertahankan-di-acara-17-an?nd771104bcj. Setelah membaca artikel tersebut tentu akan timbul pertanyaan, mengapa saya menyatakan panjat pinang harus dihapuskan dalam perayaan Hari kemerdekaan?
Nah, saya mempersilakan Anda untuk membaca tulisan tersebut sampai selesai, karena saya yakin setiap orang memiliki pandangannya masing-masing. Perbedaan pendapat dalam diskusi sangat dimungkinkan, oleh sebab itu saya sangat menghargainya. Tentu, hal itu tidak dilarang, tapi mari simak apa yang menjadi pemikiran saya terlebih dahulu. Pada kolom komen di bawah, anda dapat berkomentar, atau sangat dimungkin anda membuat tulisan tersendiri terkait menanggapi tulisan saya ini.
Sejarah Kelam Panjat Pinang: Hiburannya Penjajah Belanda
Panjat pinang telah ada di Indonesia sejak zaman Belanda dan fakta tersebut saya dapatkan dari bebrapa foto, video, serta ketika saya melakukan riset pada koleksi di Museum Tropen Belanda. Foto tersebut diambil antara tahun 1917an hingga kurun tahun 1930an.
Permainan panjat pinang adalah sarana hiburan bagi orang-orang Belanda yang memang saat itu sarana hiburan tidak secanggih atau sebanyak saat ini. Ibaratnya kalau ada play station dan Nintendo di zaman itu, mungkin mereka lebih memilih permainan tersebut disbanding panjat pinang.
Pada zaman itu, masyarakat bumi putera yang mengikuti perlombaan panjat pinang memperebutkan benda-benda yang menggantung di atas pohon pinang yang berisi kemeja, sepatu, alat memasak, keju, dll., yang memang pada saat itu benda tersebut adalah barang mewah bagi kaum bumi putera dan rakyat jelata.
Masyarakat bumi putera yang saling berebut, kemudian terjatuh karena pohon pinang yang licin. Hal tersebut sangatlah lucu bagi orang-orang Belanda karena melihat kita yang saling berebut untuk sesuatu hal yang tidak berarti di mata mereka.
Di Tiongkok, Panjat Pinang Pernah "Diharamkan"
Panjat pinang sudah dikenal luas dan menurut beberapa sumber, awalnya berasal dan dibawa oleh bangsa Tionghoa pada zaman Dinasti Ming. Di Tiongkok sana, panjat pinang banyak dilombakan pada Upacara Festival Hantu. Bahkan permainan ini sempat dilarang di zaman Dinasti Qing karena banyak memakan korban jiwa. Ya, karena dulu tinggi tiang bisa setinggi gedung empat lantai.
Tidak ada ceritanya orang Belanda di Hindia Belanda saat itu (setidaknya dari beberapa sumber foto tersebut) yang melakukan panjat pinang. Coba renungkan mengapa tidak ada orang Belanda yang melakukan panjat pinang? Mungkin para pembaca sudah menangkap poin yang saya maksud.
Menurut pandangan mendalam saya, panjat pinang yang dulu dimaksudkan sebagai hiburan orang Belanda, saat ini harus dipandang sebagai perlombaan yang “mempermainkan dan melecehkan” bangsa kita.
Hampir setiap tahun kita melihat dan melakukan perlombaan panjat pinang, tanpa mengetahui latar belakang sejarah dan makna sosial dari panjat pinang tersebut. Saat ini, panjat pinang dianggap sebagai perlolbaan yang berlandaskan asas gotong royong atau kerjasama dan melambangkan ciri luhur dari masyarakat Indonesia. Makna yang disimpulkan oleh masyarakat tersebut tidak sepenuhnya salah, karena mereka tidak memahami sejarah. Sehingga mereka tidak mampu mengambil makna dan nilai historis yang sesungguhnya dari perlombaan itu.
Hapuskan Panjat Pinang
Usulan dihapuskannya permainan panjat pinang dari perayaan kemerdekaan sudah sejak lama digulirkam, setidaknya sejak tahun 2010-an. Apa yang menjadi keprihatinan saya adalah memudarnya semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan anak muda.
Nah, apa arti nasionalisme yang sesungguhnya? Setiap orang lagi-lagi pasti memiliki beda persepsi. Prof. Hans Kohn, pakar sejarah terkemuka abad ini, yang menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang tumbuh dalam masyarakat dan mempunyai empat ciri, yaitu:
- Kesetiaan tertinggi individu diserahkan kepada negara kebangsaan.
- Dengan perasaan yang mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya.
- Perasaan yang mendalam dengan tradisi-tradisi setempat, dan
- Kesetiaan dengan pemerintah yang resmi
(Gatra, 11 Nopember 1995, hal 76)
Dalam istilah lain, kata kunci yg mendasar dari nasionalisme itu adalah "cinta". Semua pasti sepakat bahwa cinta harus berlandaskan asas saling kenal, artinya kenal terhadap apa yg kita cintai itu. Nah, bagaimana kalau orang mengaku cinta, tetapi ternyata dia tidak mengenali sungguh-sungguh terhadap apa yang mereka cintainya itu? Bagi saya, itu namanya cinta satu malam, ups.
Panjat Pinang Menjauhkan Kita dengan Bangsa Kita
Nah, apakah dengan melakukan panjat pinang sekian puluh tahun terakhir ini, kita telah lebih mengenal sejarah perjuangan para pahlawan bangsa ini? Apakah pembaca sudah tahu arti dan makna kata Indonesia? Apakah pembaca memperlakukan uang Rupiah dengan baik? Apakah pembaca mengenal pahlawan di daerah pembaca sendiri dan peran/jasa besar dari pahlawan tersebut? Apakah pembaca masih mengingat lagu-lagu wajib/perjuangan? Dan lain sebagainya.
Panjat pinang adalah sebagian kecil dari fakta bahwa kita hanya merayakan kemerdekaan dengan perayaan yang bersifat semu, bukan dengan kegiatan yang memiliki nilai berkelanjutan dan bermanfaat bagi diri sendiri, bangsa dan negara.
Banyak pertanyaan bagaimana dengan peninggalan Belanda lainnya seperti rel kereta api, jalan, gedung, atau sarana lainnya apakah harus dihapuskan seperti panjat pinang? Analogi yang membandingkan sarana yang dibangun pada zaman Belanda dengan panjat pinang tentu tidak tepat.
Inprastruktur yang dibangun Belanda seperti jalan, gedung, dll telah memiliki manfaat bagi Indonesia hingga saat ini. Sama halnya dengan kebudayaan asing, tidak semua hal yang berbau asing itu buruk. Kebudayaan asing yang sejalan dengan jati diri bangsa tetap dapat masuk ke Indonesia namun yang bertentangan tentu saja harus kita tolak.
Terlihat sepele bukan? Memang, tapi dari hal yang sepele itulah kita lambat laun akan menyepelekan bangsa kita sendiri. Pada akhirnya akan timbul pernyataan, bahwa panjat pinang adalah hal yang wajar karena hanya untuk hiburan. Hal itu sama saja dengan tontonan televisi yang dimana menghalalkan saling ejek-mengejek untuk hiburan, maka lama kelamaan kita akan mengatakan bahwa mengejek adalah wajar. Bagaimana menurut anda?
Ganti Panjat Pinang dengan Perlombaan Mendidik
Pertanyaan saya selanjutnya, apakah kita tidak dapat melakukan hal lain untuk merayakan kemerdekaan? Tidak hanya hiburan semata, tapi juga memiliki makna yang mendalam terutama akan mampu mengenal kembali arti nasionalisme agar lebih mencintai bangsa ini.
Misalnya, panjat pinang itu kita ganti dengan bermain puzzle sejarah yang di dalamnya ada foto pejuang/pahlawan, jika kita selesai menyusunnya, kemudian menebak siapa, dari mana asalnya, jasanya apa untuk bangsa. Niscaya kita akan lebih mengenal pahlawan dan mengapresiasi perjuangan mereka. Atau yang lebih menantang kita bisa melakukan simulasi strategi perang gerilya Jenderal Sudirman, bagaimana cara bertahan hidup di tengah hutan dan kepungan musuh atau penjajah, dll.
Pepatah lama mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Nah, seberapa dalam kah kita mengenal bangsa ini? Apakah harus dengan adanya klaim kebudayaan dari bangsa lain dulu, baru kita bergerak mempelajarinya, melestarikannya atau peduli terhadap kebudayaan tersebut?
Semakin kita kenal, maka kita akan semakin sayang. Seperti kita mengenal orang tua, istri atau kekasih. Setelah kita mengenalnya kita akan sayang dan peduli pada mereka. Bahkan seluruh jiwa raga kita akan rela mengorbankannya demi orang / hal yang kita cintai itu. Hal tersebutlah yang seharusnya kita lakukan terhadap negara ini.
Bagaimana kita akan peduli dan mengambil nilai / meneladani semangat perjuangan / patriotisme dari para pendiri bangsa kita, kalau kita tidak mengenal mereka. Apa yang bisa kita lakukan untuk meneruskan cita-cita luhur mereka jika kita tidak mempelajarinya?
Bangunlah Jiwanya, Baru Kemudian Bangunlah Badannya
Berharap sejarah lebih memiliki porsi yang besar di ajarkan di sekolah? Seperti mimpi meraih bulan, sangat berat ditengah-tengah zaman globalisasi yang melanda kita. Zaman ini telah menggantikan (jika istilah menghancurkan terlalu ekstrim) beragam permainan tradisional, dll menjadi permainan canggih dengan teknologi dan digital. Misalnya, anak lebih jago main Roblox, ketimbang bermain galasin dan bentengan.
Paradigma seluruh masyarakat Indonesia memandang sejarah mungkin saja negatif, misalnya sejarah itu membosankan, masa depan suram (madesu, red), dll. Akibatnya pelajaran sejarah di sekolah tidak mampu menjadi favorite. Tidak di-UN-kan, dll.
Padahal kita sering bernyanyi “...Bangunlah jiwanya bangunlah badannya...” Apakah kita menyadari makna dibalik penggalan lagu Indonesia Raya tersebut? Bahwa bangsa ini memerlukan pembangunan jiwa atau karakter, barulah ketika jiwa atau karakter kebangsaannya kokoh maka kita dapat melakukan pembangunan fisik.
Amnesia Sejarah
Manusia tanpa ingatan sejarah, kita sebut amnesia. Seseorang yang mengalami amnesia tentu saja dia kehilangan ingatan masa lalunya. Dia akan mudah percaya dengan orang lain dan akan menurut dengan perintah seseorang yang dapat meyakinkan dirinya walaupun perintah itu tidak sesuai dengan norma agama, kesusilaan, dan hukum. Apa yang terjadi jika bangsa tanpa ingatan sejarah secara kolektif? Bangsa itu akan mudah diadu-domba, "diperbudak" kembali oleh bangsa-bangsa lain melalui teknologi, budaya, ekonomi dan politik. Setidaknya itu. Nah, mari kita coba renungkan soal artikel tersebut.
Kasus lain juga sama, dalam film Divergent, dimana sekelompok manusia dihilangkan ingatan masa lalunya kemudian kendalikan secara negatif oleh sekelompok manusia lain yang mengetahui sejarah masa lalunya. Itu yang dapat terjadi pada bangsa ini jika kita tidak mengenal sejarah bangsa kita.
Nah, perlombaan panjat pinang saya anggap tidak mendidik karena membuat kita tidak mengenali Sejarah bangsa dan para pendiri bangsa kita. Alih-alih bukannya menjadikan kita makin maju, permainan tersebut malah menjauhkan kita dari akar sejarah bangsa. Menjauhkan diri dengan para pejuanga dan pahlawan bangsa kita. Masih ingat dengan kata-kata Bung Karno: “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan para pahlawannya.” Jadi kenapa kita blum menjadi bangsa besar? Ya karena belum mampu menghargai jasa para pahlawan dan pejuang bangsa.Boro-boro menghargai, mengenali juga tidak.
Faktanya, jangan kan anak-anak mungkin pembaca sekalian jika ditanya siapa nama pahlawan yang ada di dalam uang Rp2000,- atau Rp10.000 belum tentu pembaca dapat menjawabnya dengan spontan. Membedakan apakah H.R. Rasuna Said laki-laki atau perempuan pun mungkin harus Googling terlebih dahulu, hehe.
Gambar Pahlawan di Uang Rupiah
Gambar pahlawan di dalam uang yang kita anggap biasa, menjadi luar biasa di negara lain. Mengapa? Karena kita dapat melihat kondisi fisik uang di Indonesia. Bagaimana orang memperlakukan uang dengan melipat, meremas, mencorat-coret dll. Jika kita menghargai pahlawan yang ada di dalam uang Rupiah seharusnya kita tidak memperlakukan uang sedemikian rupa. Tengok Jepang yang sangat menghormati gambar kaisar di dalam uang Yen, mereka tidak berani melipat uang tersebut. Tidak heran Jepang menjadi negara dengan tingkat kualitas uang yang baik. Btw, negara Indonesia memiliki predikat no.1 di dunia sebagai negara dengan uang paling lecek di dunia.
Belajar sejarah akan menjadikan kita bijaksana dan akan membuat kita makin cinta terhadap apa yang kita kenali dan kita miliki, termasuk terhadap bangsa dan negara kita. Alangkah lebih baik jika kita mengisi kemerdekaan tahun ini, dengan sesuatu yang mendidik, yang mampu menyadarkan kita akan sejarah bangsa. Bukannya malah yang menjauhkan kita dengan bangsa ini. Selain puzzle sejarah, misalnya lomba baca teks proklamasi, lomba mirip pahlawan, amazing race sejarah, lomba aransemen lagu-lagu perjuangan, mencari harta karun sejarah, napak tilas proklamasi, pegelaran teatrikal perang geriliya Jenderal Sudirman, dan lain lain.
“Ajarkan anak-anak kita matematika, maka ia akan pandai berhitung. Ajarkan anak-anak kita sejarah, maka ia akan semakin mencintai bangsa dan negaranya” –Asep Kambali.
Dalam perayaan hari kemerdekaan tidak semua permainan harus dihilangkan. Sebagian tetap ada yang mendidik, antara lain misalnya parade dan karnaval pakaian adat daerah, lomba menyanyi lagu daerah, lomba menari, dll. Itu lebih baik jika dibandingkan dengan panjat pinang, balap karung dan makan kerupuk karena tidak ada esensi membangun kognisi, afeksi dan psikomotrik anak bangsa.
Apakah pahlawan yang sudah mengorbankan darah air mata dan nyawa akan bangga pada kita yang menjadi juara panjat pinang tingkat nasional, sementara kita tidak berusaha belajar, mengenali dan mengapresiasi para pahlawan dan pejuang kita itu?
Pada peringatan HUT RI ke-80 tahun ini, saya menunggu program pemerintah dalam merayakan perayaan kemerdekaan. Mudah-mudahan program pemerintah dalam merayakan kemerdekaan tersebut melalui program yang konkret dan berkesinambungan, bukan hanya dengan upacara, dengan perlombaan dan perayaan yang semu semata.
Intinya anak muda Indonesia zaman sekarang seperti kata Raisa, jangan terjebak nostalgia alias yuk move on dari perayaan kemerdekaan yang itu-itu saja. alias yang tidak mendidik. Saya yakin orang Indonesia adalah orang yang kreatif terutama anak muda yang penuh dengan inovasi dapat menciptakan kegiatan yang menarik namun tidak melupakan akar sejarah.
Sejarah adalah Obor Masa Depan
Tahun ini, Indonesia genap 80 tahun. Mungkin akan sulit menemukan saksi dan pelaku sejarah proklamasi kemerdekaan (asumsi apabila ketika tahun 1945 berusia 15 tahun saja, saat ini berusia 95 tahun). Pada siapa kita bertanya soal semangat dan nilai-nilai luhur kemerdekaan? Pada siapa kita bercermin dalam mengisi masa kini dan membangun masa depan, jika sejarah sebagai pijakannya berada dalam ambang kegelapan?
Terlalu panjang dan luas jika harus disampaikan disini... Hehehehe... Tapi itulah seharusnya kita, memperbaiki diri dan membangun bangsa kita dengan hal-hal yang konstruktif. Menulis dan membaca buku sejarah adalah salah satu jalan melestarikan sejarah, semangat nasionalisme dan patriotisme, serta melanjutkan cita-cita besar para pendiri bangsa ini.***
Salam Historia!
Asep Kambali
- Sejarawan/Guru Sejarah Keliling
- Pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI)
- Dewan Pakar Komite Memori Kolektif Bangsa (ANRI)
Sumber gambar: https://sumbar.jadesta.com/atraksi/panjat_pinang_dalam_sawah